Jumat, 15 Oktober 2010

Dokter yang Muslim atau Muslim yang Dokter?


Selama ini kita hanya mengenal etika kedokteran yang senantiasa berkiblat pada dunia barat. Padahal, sadar atau tidak, dunia Islam telah lebih dulu mengenal dunia kedokteran dan kesehatan dibandingkan bangsa barat. Tidak terhitung ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina, yang tidak hanya concern pada dunia kesehatan, tetapi juga menjadi ahli di bidang keilmuan lain.

Selama ini kita telah dibutakan oleh paradigma dunia keislaman adalah dunia yang kolot dan tidak aplikatif. Padahal itu semua salah besar, dunia kedokteran dan kesehatan Islam sebenarnya relevan dengan zaman teknologi seperti sekarang.

Dalam kitab Thibbun Nabawi ‘Pengobatan Cara Nabi’ misalnya, Rasulullah Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wassalam ternyata banyak mengajarkan kita cara menyembuhkan seseorang dari penyakit, mulai dari penyakit ringan seperti sakit perut, hingga penyakit-penyakit lain.

Dunia kedokteran dan kesehatan Islam banyak berbicara tentang pengobatan dan kemanusiaan. Bagaimana sebaiknya kita menghadapi pasien, mengobati, dan merehabilitasinya. Dan itu semua jauh dari kesan “kolot”.

“Barangsiapa yang berpraktik kedokteran padahal ia tidak mempelajari ilmu kedokteran sebelumnya, maka ia bertanggung jawab atas risiko yang diderita pasiennya.” (Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam)

Etika Kedokteran Menurut Imam Ibnul Qayyim Al Jauziy
Seorang Al thabib al hadziq ‘dokter yang cerdas’ adalah :

1. Memperhatikan jenis penyakit yang diderita seseorang, yaitu dari jenis penyakit apa

2. Memperhatikan sebab terjadinya penyakit serta illat yang menjadi sebab penyakit tersebut

3. Memperhatikan kekuatan pasien : Mampu atau tidak. Jika mampu hendaknya dokter tidak segera memberi obat

4. Mengetahui kondisi badan pasien

5. Mengetahui kondisi yang terjadi secara alamiah

6. Mengetahui umur pasien

7. Mengetahui kebiasaan pasien

8. Mengetahui musim tahunan yang terjadi di waktu sakit dan apa yang mencocoki musim tersebut

9. Mengetahui negeri asal pasien dan kondisi geografisnya

10. Mengetahui keadaan cuaca di waktu sakit

11. Meneliti obat yang dapat melawan penyakit

12. Meneliti kekuatan obat dan tingkatannya, serta membandingkannya dengan kekuatan pasien

13. Berniat hanya ingin menghilangkan penyakit pasien, tapi mengamankan dari kemungkinan terjadinya hal baru yang lebih menyulitkan. Jika usaha menghilangkan penyakit tersebut tidak menjamin tercegahnya penyakit lain yang lebih sulit, maka ia harus membiarkan penyakit tersebut apa adanya

14. Melakukan pengobatan dari yang termudah hingga yang paling sulit. Jangan berpindah dari pengobatan dari makanan ke obat, kecuali terpaksa. Jangan mengobati penyakit dengan obat yang kompleks, kecuali terpaksa. Karena kebahagiaan seorang dokter adalah jika mampu mengobati penyakit dengan makanan, bukan dengan obat

15. Dokter harus meneliti pasien : apakah dapat diobati atau tidak? Jika penyakit itu memang tidak bisa diobati, dokter harus menjaga kehormatannya, jangan terbawa nafsu mengobati penyakit yang tidak ada gunanya. Dan jika bisa diobati, maka harus diihat lebih lanjut apakah bisa dihilangkan bekasnya atau tidak, jika tidak, apakah bisa diperringan atau tidak.

16. Hendaknya tidak tergesa-gesa memberi obat

17. Hendaknya memiliki keahlian dalam bidang penyakit hati dan ruh (psikologis) serta obatnya. Sebab hal itu adalah pangkal yang agung untuk pengobatan badan. Dokter yang mengetahui berbagai penyakit hati dan ruh serta pengobatannya adalah dokter yang sempurna

18. Bersikap penuh kelembutan dan kasih sayang tehadap pasien

19. Hendaknya menggunakan pengobatan yang alamiah dan ilahiyah, serta pengobatan takhyil

20. Seorang dokter hendaknya mengusahakan pengobatan yang berdasarkan kepada :
a. Memelihara kesehatan yang ada
b. Mengembalikan kesehatan yang hilang
c. Menghilangkan penyakit atau menguranginya
d. Menghilangkan bahaya yang lebih besar
e. Mengambil maslahat yang leih besar

Tentu, perincian di atas sama sekali menunjukkan bahwa dunia kedokteran Islam adalah dunia yang canggih pada masanya. Bayangkan saja, kitab tersebut ditulis jauh sebelum dunia kedokteran modern lahir. Seharusnya, kita sebagai dokter dan tenaga medis lainnya bangga memiliki etika kedokteran yang menonjolkan identitas keislaman.

Ciri seorang muslim yang dokter :

1. Niat Ikhlas “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al-An’am 162)
2. Amanah (Al-Ma’arij 32)
3. Muroqobatullah ‘merasa selalu diawasi Allah’ (Ali Imran 5)
4. Hati bersih (Asy Syams 9-10)
5. Terus menuntut Ilmu (Thohaa 114)
6. Akhlak mulia dan profesional (Al Qolam 4)

Renungkanlah uraian di atas, apakah kita ingin menjadi seorang tenaga kesehatan yang Al thabib al hadziq? Atau masih ingin menjadi dokter dengan aliran kebarat-baratan?


--------------------------------------------------------------------------------------------------
Diambil dari catatan mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 13 Oktober 2010
Disampaikan oleh Muhammad Bukhori Muslim

2 komentar:

  1. wah, ternyata banyak banget syarat-syarat dan ketentuan jadi dokter yang sebenarnya. emang banyak sih, dokter yang kiblatnya dunia Barat, ada juga yang CIna. Tapi, lebih bagus kiblatnya dunia Islam...

    BalasHapus
  2. Iya betul, mbak'e... Dunia kedokteran islam itu memang sejak dulu udah mutakhir. Bahkan kalo mau bicara tentang kemanusiaan, dokter Islam seharusnya lebih manusiawi...

    BalasHapus